Dita Maulidya Rizka14/X-MIA 4
Uang Adalah Pedomannya
Sepulang
sekolah, ayah Lidya sedang menonton berita di televisi. Lidya yang baru selesai
ganti seragam sekolah langsung menghampiri ayahnya.
“Ayah lagi
lihat apa? Kok serius banget?” Tanya Lidya penasaran seraya duduk disamping
ayah.
“Ini ayah lagi
lihat berita, Dik. Serius soalnya beritanya seru.” Jawab ayah dengan tersenyum.
“Lho seru
darimana yah? Kan beritanya itu DPR bertengkar?” Tanya Lidya dengan bingung.
“Iya seru, Dik. Kan udah terbukti kalau
DPR nya di negara itu kayak gitu, kasihan negara itu Dik, mereka sebenarnya
membutuhkan wakil rakyat yang dapat menyampaikan aspirasi mereka, bukan egois
untuk partainya sendiri-sendiri. Kalau Lidya tahu, negara itu membutuhkan Dewan
Perwakilan Rakyat bukan Dewan Penindas Rakyat.” Jelas ayah sambil menunjuk ke
televisi yang ditontonnya.
Lidya dibuat
semakin bingung. Tiba-tiba Lidya berlari ke kamar dan mengambil LKS PKn nya.
“Tapi ayah, di LKS Lidya DPR itu Dewan
Perwakilan Rakyat bukan Dewan Penindas Rakyat dan pedoman mereka UUD 1945.”
Jawab Lidya seraya menolak penjelasan ayahnya.
“Iya Lidya, itu DPR yang ada di negara
kita. DPR di negara itu pedomannya juga UUD tapi UUD nya Ujung-Ujungnya Duit
bukan Undang-Undang Dasar. Hakim di negara itu juga pedomannya KUHP sama kayak
di negara kita, cuma KUHP nya itu Kasih Uang Habis Perkara. Jadi, negara itu
selama ada uang semua akan baik-baik saja. Uang adalah pedoman pemerintahannya,
istilahnya adalah politik uang. Beda dengan negara kita, negara kita itu tidak
menerapkan politik uang bahkan negara kita bebas dari korupsi. Maka dari itu
kita harus bersyukur tinggal disini.” Jelas ayah kepada Lidya
“Oh, jadi begitu ya yah? Kasihan ya yah
mereka? Semoga negara itu dapat mencontoh negara kita yang bebas dari politik
uang. Amiin.” Jawab Lidya dengan polos.
No comments:
Post a Comment