Tuesday, February 17, 2015

Dita Maulidya Rizka14/X-MIA 4

Uang Adalah Pedomannya
Sepulang sekolah, ayah Lidya sedang menonton berita di televisi. Lidya yang baru selesai ganti seragam sekolah langsung menghampiri ayahnya.
“Ayah lagi lihat apa? Kok serius banget?” Tanya Lidya penasaran seraya duduk disamping ayah.
“Ini ayah lagi lihat berita, Dik. Serius soalnya beritanya seru.” Jawab ayah dengan tersenyum.
“Lho seru darimana yah? Kan beritanya itu DPR bertengkar?” Tanya Lidya dengan bingung.
“Iya seru, Dik. Kan udah terbukti kalau DPR nya di negara itu kayak gitu, kasihan negara itu Dik, mereka sebenarnya membutuhkan wakil rakyat yang dapat menyampaikan aspirasi mereka, bukan egois untuk partainya sendiri-sendiri. Kalau Lidya tahu, negara itu membutuhkan Dewan Perwakilan Rakyat bukan Dewan Penindas Rakyat.” Jelas ayah sambil menunjuk ke televisi yang ditontonnya.
Lidya dibuat semakin bingung. Tiba-tiba Lidya berlari ke kamar dan mengambil LKS PKn nya.
“Tapi ayah, di LKS Lidya DPR itu Dewan Perwakilan Rakyat bukan Dewan Penindas Rakyat dan pedoman mereka UUD 1945.” Jawab Lidya seraya menolak penjelasan ayahnya.
“Iya Lidya, itu DPR yang ada di negara kita. DPR di negara itu pedomannya juga UUD tapi UUD nya Ujung-Ujungnya Duit bukan Undang-Undang Dasar. Hakim di negara itu juga pedomannya KUHP sama kayak di negara kita, cuma KUHP nya itu Kasih Uang Habis Perkara. Jadi, negara itu selama ada uang semua akan baik-baik saja. Uang adalah pedoman pemerintahannya, istilahnya adalah politik uang. Beda dengan negara kita, negara kita itu tidak menerapkan politik uang bahkan negara kita bebas dari korupsi. Maka dari itu kita harus bersyukur tinggal disini.” Jelas ayah kepada Lidya
“Oh, jadi begitu ya yah? Kasihan ya yah mereka? Semoga negara itu dapat mencontoh negara kita yang bebas dari politik uang. Amiin.” Jawab Lidya dengan polos.


No comments:

Post a Comment